Kamis, 02 Oktober 2014

Membentuk Mental Bisnis Sejak Dini Melalui Kisah Nabi Muhammad Saw


Sosok dan kepribadian Nabi Muhammad Saw tak akan pernah hilang dikekang jaman, euforia namanya akan selalu dijadikan rujukan oleh semua manusia. Muhammad Saw lahir dari keluarga sederhana dan suci ini, sejak kecil harus kehilangan ke dua orang tua yang ia cintai, Abdullah, ayahandanya telah meninggalkannya tanpa sama sekali melihat wajah ayah yang ia sayangi, lalu menginjak usia 6 tahun, sang ibunda, Aminah, pun harus meninggalkannya untuk selamanya. Kepergian ke dua orang tuanya ini menyebabkan ia harus rela menjadi yatim piatu.

Namun kondisi ini tidak menyurutkan semangatnya untuk berjuang menggapai cita-cita dan tujuan hidup, malahan kondisi ini membuatnya menjadi sosok yang semakin tegar dan terdidik untuk lebih mencintai sesama makhluk Allah Swt. Dalam kondisi yang serba kesendirian dan keprihatinan tersebut, menggugah rasa sang kakek, Abdul Mutholib, mengalihkan rasa cintanya pada Muhammad Saw, karena sang kakek mampu merasakan kondisi sang cucu yang telah diterpa badai kesedihan. Sang kakek selalu menaruh harapan padanya untuk kelak bisa menjadi pemimpin yang disegani oleh suku-suku Quraisy, seperti misalnya Abdul Mutholib selalu mengajak Muhammad Saw setiap pertemuan dengan kepala kabilah suku Quraisy, Muhammad Saw akan selalu disertakan dalam pertemuan tersebut, hal ini untuk mendidik dan mengenalkan Muhammad Saw kelak nantinya bisa menjadi pemimpin yang disegani dan bijaksana, dari sinilah didikan untuk menjadi pemimpin sudah tertanam kuat di jiwa Muhammad Saw.

Bukti rasa sayang Abdul Mutholib pun tak lantas di masa-masa hidupnya saja, menjelang akhir kematiannya, sang kakek selalu cemas dan khawatir jika ia salah pengasuhan, maka diputuskanlah bahwa setelah kematiannya, ia menunjuk dan mengamanahi Abu Thalib; salah satu anak beliau untuk mengasuh Muhammad Saw, alasan penunjukkan Abu Thalib adalah karena jiwa dan sifat mulia yang dimiliki sang putranya ini lebih dibandingkan anak-anaknya yang lain. Meskipun dari segi perkonomian hidup, Abu Thahib sangat sederhana dan jauh dari kemewahan dan kekayaan.

Masa-masa pengasuhan Abu Thalib, selain curahan kasih sayang melebihi anak-anaknya, Muhammad Saw pun oleh sang paman digembleng menjadi sosok yang mandiri, hal ini dibuktikannya saat usia Muhammad Saw menginjak umur 12 tahun, sang paman menyertakannya dalam suatu ekspedisi bisnis ke daerah Syam (Syiria). 

Ekspedisi bisnis ini bila kita telaah merupakan bagian dari didikan sang paman, agar kelak Muhammad Saw menjadi seorang pebisnis yang tangguh. Melihat intensitas kehidupan sosial masyarakat Quraisy yang gemar berbisnis hingga melintasi batas wilayah teritorial, dengan menempuh jarak bermil-mil, dan rentang waktu berhari-hari.

Sehingga, didikan sang paman ini begitu membekas di jiwa Muhammad Saw, dari pengalamannya berbisnis bersama sang paman pada dasarnya adalah modal penting dari perjalanan hidupnya, dan memang hasil didikan bisnis sang paman ini bisa ia unduh hasil dan buktinya, yakni ketika beliau di umur 25 tahun dipercaya oleh saudagar wanita terkaya, Siti Khodijah, untuk memimpin ekspedisi bisnis miliknya kepada Muhammad Saw. Dan kepercayaan Khadijah ini mampu oleh Muhammad Saw jalankan dengan sukses. Barang dagangan Khadijah laku keras, dan pundi-pundi keuntungan menghinggapi ekspedisi tersebut.

Baca Juga: 
Manfaat Sifat Jujur Dalam Bisnis Dan Kejujuran Bisnis Nabi Muhammad Saw

Dari kisah ini dapat kita simpulkan bahwa mental dan jiwa berbisnis harus kita tanamkan sejak usia dini pada generasi bangsa ini. Karena modal berbisnis tidak hanya keuangan yang mumpuni saja, tapi juga mental dan jiwa yang kuat pebisnis sendiri. 

Semoga Bermanfaat...