Minggu, 22 Juni 2014

Bukan Meniru, Tapi Hanya Mencontoh Cara Dan Metodenya Saja

Pastinya, kita sering mengidolakan seorang figur ideal untuk dicontoh dalam laku hidup ini. Terlepas mau itu mencontoh figur yang baik atau buruk. Dan sah-sah saja memilih salah satunya. Namun, mencontoh salah satu antara baik atau buruk akan memiliki dampak dan akibat tersendiri. 

Rujukan penerapan mencontoh figur ideal tersebut dalam rentang sejarah kehidupan manusia, awalnya bersumber dari cerita lisan keluarga kita, guru kita, teman kita, atau dari sumber bacaan sejarah selama kita mengenyam pendidikan di bangku sekolah, bahkan ada juga dari pengalaman langsung yang melibatkan panca indra kita sendiri, misalnya, mencontoh ayah kita; karena menyaksikan langsung kedermawanannya, atau teman kita; karena semangat belajarnya. 

Sebagaimana sering kita saksikan juga, seseorang tergila-gila kepada salah satu idolanya, hingga seluruh model rambut, pakaian, tingkah-laku, gaya bicara mencoba sama persis layaknya sang idola. Seolah-olah, ia adalah imitasi dari wujud asli sang idola. Padahal yang dicontoh atau ditiru menggambarkan citra negatif.

Seperti itulah keberadaan manusia, sangat senang dan mudah mencontoh, terutama hal-hal yang unik atau khas tanpa memperdulikan yang dicontoh itu memiliki konotasi baik atau buruk. 

Praktek Bisnis

Praktek mencontoh sesuatu yang ‘ideal’ dalam menjalankan bisnis atau membangun perusahaan merupakan hal lazim yang sering dilakukan pebisnis.  Rujukan idealnya terutama bagi pebisnis atau perusahaan yang sukses. Konteks ini memang hal lumrah, karena sesuatu yang lebih di luar kemampuan rasionalnya, atau ternyata terdapat sisi-sisi di luar jangkauan kenyataan dalam meraihnya, potensi mencontoh sangat besar. Baik itu menyangkut cara atau metode berbisnisnya dalam menjalankan perusahaan, menghasilkan produk yang marketable, cara menjual produk, bahkan ada juga yang secara penuh mencontoh suatu produk tertentu dari orang lain.

Setiap pebisnis atau perusahaan yang mampu menjual sebuah produk atau jasa tertentu dengan kuantitas banyak melalui respon pasar yang positif. Biasanya, hal ini akan menjadi sumber rujukan ‘mencontoh’ kalangan pebisnis atau perusahaan lainnya. Dalam iklim berbisnis yang kompetitif saat ini, praktek tersebut sah-sah saja, asalkan praktek mencontoh itu tidak menyentuh wilayah subtansial kreasi suatu produk, yaitu memflagiat atau menjiplak; dalam arti hasil produk orang lain atau perusahaan lain kita tiru. Tentunya, praktek haram ini harus dihindari oleh kalangan pebisnis. Namun, bila praktek mencontoh hanya sebatas penerapannya dalam hal cara atau metode bisnis potensial, atau misalnya juga menciptakan produk sejenis, namun dengan kreasi orisinil kita yang kreatif dan inovatif. Praktek mencontoh seperti ini harus kita tumbuh dan kembangkan. Sehingga dari sinilah iklim kompetisi yang sehat dan kondusif akan terbentuk.


Sabtu, 14 Juni 2014

Biografi Singkat Adhi Tirtawisata Dalam Dunia Bisnis Kepariwisataan di Indonesia


Ia lahir dari keluarga Tionghoa di masa penjajahan Belanda, pada tanggal 12 Oktober 1932, dengan nama asli Thung Tjiang Kwee, kemudian namanya berubah menjadi Adhi Tirtawisata karena kebijakan pemerintahan Suharto pada waktu itu, bahwa seluruh warga keturunan Tionghoa harus merubah nama Tionghoanya, agar identitas sebagai orang Indonesia terlihat.

Latar-belakang kehidupan keluarganya, ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga perkebunan. Tapi, keluarganya selalu memberikan kebebasan dalam menentukan pilihan hidup, dari sinilah menempanya menjadi sosok yang senang belajar hal apapun. Di masa-masa kecil, bakat menjadi seorang pebisnis sudah menonjol, upamanya apabila musim layang-layang tiba, ia selalu membuat layang-layang, lalu dijual ke teman-temannya. Keuntungan jualan layang-layang memberikan uang tambahan, selain tentunya uang saku yang ia peroleh dari ke dua orang tuanya.

Dalam hal berorganisasi ekstra sekolah, di umur 7 tahun, ia sudah kepicut bergabung dengan organisasi Pramuka. Ia mendapatkan banyak pelajaran hidup dalam organisasi ini, dimana kelak nilai-nilai kepanduan Pramuka tersebut akan terus mewarnai karirnya dalam mengembangkan bisnis.

Setelah menamatkan sekolah, keinginannya menjadi seorang pengacara, menyebakan ia kuliah mengambil jurusan hukum di Jakarta, tapi melihat dan merasakan dunia pengacara yang penuh intrik, akhirnya hati nuraninya menolak. Ditinggalkanlah kehidupan sebagai pengacara sebagaimana yang ia cita-citakan, banting setir menggeluti bisnis. 

Di masa kuliah, ia sempat juga mengajar di SD, setelah sempat menumpang tinggal di rumah temannya, yang notabennya adalah guru kepala sekolah tempat ia mengajar. Selama mengajar di SD, prinsip-prinsip kepanduan dalam Pramuka, yaitu rajin, jujur, setia dan ingat kepada Tuhan ia tanamkan pada murid-muridnya, bahkan dalam menjalankan bisnisnya pun prinsip ini selalu menjadi panduan yang ia terapkan di perusahaan. Baginya, ke empat prinsip tersebut tidak hanya batas pemahaman saja, tapi harus dipraktekkan dalam hidup. Maka, realisasi penerapan prinsip tersebut harus dimulai dari diri pribadi dalam bentuk suri tauladan; contoh diri. Akumulasi awal penerapan ke empat prinsip ini berupa konsistensinya berangkat kerja tepat waktu dan pulang pun demikian. 

Selama mengajar di SD ada pengalaman tanpa diduga sebelumnya yang menggugah insting bisnisnya, yakni ketika tanpa disengaja, di tempat pangkalan becak biasa nongkrong sekitar sekolah tempat biasa ia mengajar, salah seorang pemilik becak menawarinya becak untuk dibeli. Alasannya, pemilik becak sedang membutuhkan uang. Mendengar tawaran langka ini, segera jiwa bisnisnya membuncah. Tanpa pikir panjang ke empat becak yang sebelumnya telah ditawarkan kepadanya ia beli. 

Selain mengajar dan memiliki bisnis menyewakan becak, ia menjalankan bisnis ayam kate yang ia pelihara sendiri, berawal dari sepasang sampai berjumlah belasan. Kemudian, ayam-ayam kate itu ia jual di Pasar Pramuka.

Namun, dari sekian profesi hidup dan beberapa bisnis yang ia jalankan, ada satu profesi pekerjaan yang kelak akan menjadikannya ikon bisnis pariwisata di Indonesia. Yakni, satu tahun masa akhir kuliahnya di jurusan hukum, ia bekerja di perusahaan agent perjalanan wisata IASA tour & travel sebagai penjual tiket pesawat. Profesi ini merupakan Babak baru perkenalannya dalam dunia kepariwisataan. 

Tahun 1962, ia menjadi pengacara sebagaimana jurusan kuliahnya di bidang hukum. Karena kondisi pada tahun itu, sang bos tempat ia bekerja secara kebetulan adalah seorang pengacara. Bosnya memintanya mengurusi kasus di pengadilan. Namun, hanya 2 tahun saja profesi pengacara ia jalani. 

Tahun 1965, total ia tinggalkan dunia pengacara, lalu memfokuskan diri menekuni bisnis kepariwisataan dengan mendirikan travel yang ia beri nama Djaja Travel, namun bisnisnya tidak berjalan lama. Tutup. Memaksanya kembali bekerja di PT Asia Express; perusahaan perjalanan wisata. 

Selama bekerja dan bergulat dalam dunia perjalanan wisata, ia mendapat julukan unik, yaitu “Adhi With The Yellow Ticket”. Asal-usul julukan tersebut dikarenakan intensitas mobilitasnya selalu menggenggam tiket Lufthansa berwarna kuning; tiket yang berasal dari maskapai penerbangan Jerman. 

Ketika menjual tiket, ia mampu memberikan profit yang besar pada Lufthansa dengan hasil penjualan tiket dengan jumlah yang sangat banyak, menyebabkan ia bisa memperoleh tiket keliling dunia. Yang sebelumnya melalui pengajuannya kepada sang manager. 

Tahun 1967, CV Batemuri berdiri. Perusahaan yang baru ini masih berkecimpung dalam bisnis biro perjalanan wisata, tidak hanya bergerak dalam penjualan tiket, tapi juga memfasilitasi kegiatan tour. Produk jasa tour yang ia bidik pertama kali hanya menjangkau wilayah Jakarta saja, dengan tour keliling kota Jakarta, yang ia namai City Tour. Di fase inilah, bisnisnya berkembang pesat, menyebabkan teman sejewatnya banyak meminta bergabung. Akhirnya, tahun 1971, perusahaannya yang awalnya CV, berubah status menjadi PT.

Setahun kemudian, ia mendirikan perusahaan kembali, yang ia beri nama PT Regina Alta Tours. Perusahaan yang baru ini bergerak dalam bidang yang sama, yakni menjual tiket dan kegiatan tour keliling Jakarta.

Namun, double jabatan kepemilikan dalam suatu perusahaan, membuatnya tidak bisa sepenuhnya fokus mengembangkan bisnis biro perjalanan yang ia dirikan, akhirnya pada tahun 1974, jabatan sebagai direktur PT Batemuri Tours ia tinggalkan. 

Tahun 1975, PT Regina Alta Tours olehnya disisipkan penambahan nama Panorama, sehingga menjadi PT Regina Alta Panorama Tours. Lalu, tahun 1995 nama perusahaanya berubah kembali dengan menghapus sisipan nama: Regina dan Alta, berubah menjadi PT Panorama Tours. 

Penggunaan nama PT Panorama Tours, semakin membuat laju bisnisnya berkembang, ditandai dengan paket produk wisata tour baru, bernama Jakarta Stopover: paket tour pulang-pergi dengan berbagai macam fasilitas berupa perjalanan airport ke hotel, akomodasi, paket city tour selama sehari-semalam.

Tidak hanya puas dititik ini saja, bisnis perjalanan wisatanya menjalin kontrak kerjasama dengan pihak Singapore dan Malaysia Airlines. Di titik ini perusahaannya  menjadi ikon perintis di Indonesia yang menorehkan sejarah sebagai perusahaan perjalanan wisata yang pernah membangun hubungan kerjasama dengan maskapai penerbangan Internasional. Berlanjut, di tahun 1979 hingga 1986, melalui program bernama Emerald Holidays, ia bangun kerjasama dengan pihak maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Adapun Program Emerald Holidays adalah pelopor kegiatan inbound tourism dengan 16 paket wisata berbagi kota di Indonesia. Dan produk bisnisnya berkembang pula pada tersedianya paket Bali & Beyond.

Dalam menelorkan program paket produk wisata baru, ia tak sungkan terjun langsung, survey terlebih dahulu. Sehingga, praktek ini menjadikan paket-paket produk wisatanya cepat berkembang dan sangat dinikmati konsumen. Karena, banyak tujuan objek wisata baru yang ia miliki, yang selama ini masih kurang diberdayakan dan dikembangkan.

***
Buah kerja kerasnya dalam bisnis tour & travel menempatkan Adhi Tirtawisata ke jajaran pebisnis yang sukses. Sehingga, ekspansi bisnisnya membentuk jaringan bisnis berjalin-kelindan dalam satu payung bernama: Panorama Group, meliputi tiga bidang jaringan bisnis, yaitu pariwisata, transportasi dan hospitality. 

Capaian puncak ini menghantarkannya memperoleh berbagai penghargaan baik itu tingkat nasional maupun internasional, dan yang patut saya apresiasi dan acungi jempol ialah penghargaan dari Kementerian Pariwisata Isarel yang diserahkan langsung oleh Menteri Pariwisata Israel, Uzi Landau, kepada Adhi Tirtawisata selaku pemilik PT Panorama Group pada tanggal 25 Desember 2013, terhadap peranannya mendatangkan turis dari Indonesia ke Israel. Padahal, pemerintah Indonesia tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Namun, bagi saya bukan persoalan, malah upaya ini harus dilanjutkan dan dijalin dengan erat terutama dalam ranah bidang kepariwisataan.

Tulisan sederhana ini semoga melecut semangat saya dan kita semuanya...

Rabu, 11 Juni 2014

Motto Bisnis Supriyadi, Bos PT Noorel


Mengulas motto jitu menjalankan bisnis ala pebisnis yang sudah teruju buktinya adalah satu hal yang menarik dan akan terus dikaji, karena motto jitu itu berangkat dari proses panjang yang melibatkan praktek jatuh-bangun membangun sebuah bisnis. Sepantasnyalah bagi kalangan pemula, motto jitu itu bisa menjadi sumber flagiasi yang patut dicontoh dan dipraktekkan.

Salah satunya sebagaimana yang diaplikasikan oleh Supriyadi, bos PT Noorel. Melalui empat motto prinsip bisnisnya, Supriyadi yakin hal inilah yang menjadi ruh pelecut bisnisnya bisa menorehkan kesuksesan.

Pertama, “merencanakan apa yang akan dilaksanakan dan melaksanakan apa yang sudah direncanakan”. 

Merujuk pada istilah bahasa Inggris: Planning. Istilah yang sudah bukan rahasia umum lagi. Hampir menjadi menu istimewa kalangan motivator. Mengapa? Karena, planning adalah kunci pembuka dalam menggapai tujuan. Yang buah hasilnya setelah kita bisa mengoptimalkan kunci tersebut dengan penuh keyakinan dan pantang menyerah. 

Tanpa planning yang terkonsep dengan baik, jangan harap langkah bisnis kita akan berjalan sesuai rencana. 

Namun, planning jangan hanya tinggal planning yang mengendap dalam corat-coret kertas semata, tapi perlu aplikasi nyata. Oleh sebab itu, setelah konsep planning bisnis yang kita susun sudah matang, segera kita laksanakan, jangan ditunda-tunda lagi. Agar, optimalisasi kunci bisnis ini dapat segera dibuktikan hasil nyatanya.  

Kedua, “melayani dengan sepenuh hati dan bertanggung jawab”.

Motto kedua ini melibatkan internal diri seorang pebisnis dan seluruh organ-organ di perusahaan dalam mengaplikasikan konsep rencananya. Targetnya jelas memohok pada objek sasaran, yaitu tujuan kepuasan penerimaan konsumen terhadap produk bisnis, baik itu dalam bentuk barang dan jasa. Langkah konkritnya berupa metode pelayanan dengan sepenuh hati pada konsumen, motto ini korelasinya seirama dengan prinsip bisnis Adhi Tirtawisata bahwa konsumen atau klien adalah raja.

Pelayanan pada konsumen harus diimbangi dengan rasa ranggung jawab yang tinggi. Istilah ini sejalan dengan ungkapan: “berani melayani = berbuat, berarti berani bertanggung jawab. Pasalnya, Jalinan bisnis dengan konsumen, impact positif dan negatif adalah keniscayaan, terutama hal negatif, harus berani bertanggung jawab menanggung resiko yang diterima, dan menerapkan langkah solutif sebagai upaya menerapkan rasa tanggung jawab tersebut. Agar citra bisnis yang kita miliki memberikan image positif.

Ketiga, “tidak pernah ada jawaban tidak bisa”.

Jangan pernah katakan tidak bisa ketika peluang bisnis sudah di depan mata, asalkan tidak keluar dari jalur bisnis yang selama ini kita geluti, sikat saja. Tapi, yang perlu diperhatikan, apapun itu permintaan dari konsumen harus kita lakukan, walaupun kita tidak ada pemikiran dan pengalaman sebelumnya. Terpenting, inti dari permintaan konsumen bisa kita fahami, masalah prosedur teknis selanjutnya kita tinggal hunting mencarinya dengan cara bertanya kepada pihak yang sudah berpengalaman.

Asal ada kemauan pasti ada jalan...

Sedangkan, bagi karyawan (bawahan) adalah kalimat wajib diucapkan kepada bos (atasan). Seorang bawahan harus menghindari jawaban dan ucapan tidak bisa, sehingga bila merasa kurang faham salah satu sisi atau bagian dari tugas kerja tersebut, bisa tanyakan saja pada teman-teman di kantor atau orang lain yang sudah mengerti maksud dan tujuannya, cara atau metodenya.

Keempat, “bekerja dengan cepat dan tepat”.

Tentunya, setiap pekerjaan yang kita kerjakan menginginkan hasil yang cepat dan tepat. Cepat dalam arti, pekerjaan tersebut selesai sebelum waktu death line perjanjian dengan konsumen. Taraf kecepataan ini pun harus linier dengan ketepatan target dan sasaran. Jangan hanya bermodal cepat saja, tapi ketepatan pada sasaran dan tujuan malah ditanggalkan. Karena, realita aktivitas bisnis modern menuntut hal demikian, demi meminimalisir penghamburan waktu, dan larinya konsumen ke lain kompetitor.

Dalam struktur organisasi perusahaan, interaksi antara atasan dan bawahan, terjalin interaksi top-down yang penuh tuntutan kecepatan dan ketepatan dalam menyelesaikan pekerjaan. Sepenuhnya, tuntutan ini ada di pihak bawahan, maka pressure cepat-tepat dalam bekerja harus terpatri kuat dalam jiwa bawahan, demi melayani tuntutan bisnis atasan pada konsumen.

Catatan: keempat motto Supriyadi, bos PT Noorel, saya peroleh dari sumber pemberitaan majalah excellent, melalui alamat situs Web, www.majalahexcellent.com

Kemudian saya tafsiri masing-masing motto bisnis Supriyadi berdasarkan pengalaman olah pikiran pribadi saya sendiri. Dan semoga tulisan ini menginspirasi.

Minggu, 08 Juni 2014

Bisnis Reparasi Komputer

Masyarakat di dunia sudah semakin kecanduan menggunkan komputer. Di Negara maju misalnya komputer merupakan barang yang wajib ada. Masing-masing rumah minimal satu komputer pastinya mereka miliki, sebaliknya di Negara berkembang seperti kita saat ini, pengunaan komputer masih terbatas di kalangan instansi pemerintah dan swasta serta kalangan dunia pendidikan; baik itu level sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Hal ini dipicu tuntutan pekerjaan dan pendidikan. Namun, kalangan masyarakat grass root, tidak sepenuhnya komputer mereka miliki. Faktor tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan melatarbelakangi mereka tak berselera membeli komputer.

Namun ada satu lagi target pelanggan jasa reparasi komputer adalah warnet, yang menyediakan jasa program permainan game online yang digemari kalangan muda-mudi dan aplikasi lainnya. Tingkat kerusakan komputer di warnet biasanya begitu tinggi, karena intensitas pengunaan komputer.

Segmen pengguna komputer akan semakin meningkat seiring meningkatnya pendapatan masyarakat, tingkat pendidikan, tuntutan dunia kerja dan kesadaran individu akan pentingnya memiliki komputer. Babak baru komputerize ini akan memberikan dampak yang sangat besar, terutama kalangan yang mampu menangkap aspek bisnisnya, yaitu bisnis jasa reparasi komputer. Keahlian tukang reparasi komputer saat ini saja sudah semakin diminati, apalagi nantinya ketika ledakan penggunaan komputer sudah semakin merata dan membludak di Indonesia.


Strategi Bisnis
Peluang menggeluti bisnis reparasi komputer tidak hanya bermodal keahlian semata, perlu ada strategi dalam proses menjalankan bisnis ini. Lumrah setiap bisnis apapun pastinya ingin dikenal, istilah ‘tak kenal maka konsumen tak datang’ menjadi PR tersendiri, artinya promosi gencar-gencaran adalah suatu keharusan, baik itu meliputi wilayah dunia nyata maupun dunia maya. Promosi di dunia nyata langkahnya bisa dengan berbagai macam cara, bisa dengan menyebarkan brosur, pamflet ke tempat-tempat potensial, upamanya sekolahan, perusahaan dan instansi-instansi pemerintah. Atau bisa juga promosi di dunia maya, dengan memanfaatkan penggunaan website, FB, Twitter, atau menjaring pelanggan dengan cara afiliasi dengan pihak lain dengan ganjaran komisi.

Dan pemilihan kantor penggerak bisnis ini harus menjangkau wilayah tempat yang strategis, yang bila kantor ini berdiri di wilayah tersebut, kuantitas masyarakat umum mudah mengenali dan menjangkaunya. Ukuran ini, tidak sepenuhnya berhasil tanpa ada keseriusan dalam memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen. Sehingga,  strategi ini akan berhasil bila keseluruhan persyaratan ini patut menjadi catatan.

Tapi, strategi menjaring konsumen ini bukan ukuran baku yang harus selalu diikuti dan diterapkan, tergantung kondisi tempat berbisnis, atau insting bisnis masing-masing pebisnis. Karena, tempat bisnis reparasi komputer pastinya memiliki corak dan metode penerapan pemasaran bisnisnya masing-masing.

Biaya Reparasi Komputer
Sejauh informasi yang saya peroleh dari teman-teman yang pernah memperbaiki komputernya bahwa biaya reparasi komputer umumnya, sebesar Rp. 50.000,- atau Rp. 100.000,- saja. Tapi, biaya ini bisa meningkat tergantung kerusakan yang dialami. Maka, patokan harga reparasi ini setidaknya memberikan gambaran hitung-hitungan akan banyaknya konsumen yang datang. Bila satu hari saja bisa menjaring konsumen lebih dari satu. Kalkulasi perharinya kalikan saja tiap bulan.

Peralatan Reparasi Komputer
Pengembangan bisnis reparasi komputer ini sejauh penulis, tidak hanya mengandalkan jasa keahlian. Spare part dan aksesoris komputer pun bisa menjadi lahan tambahan penghasilan. Pastinya selain kebutuhan peralatan pokok untuk memperbaiki komputer di antaranya:
· Gelang Anti Statik (ESD)
· Pinset
· Obeng
· Multimeter baik itu jenis Analog dan Digital
· Pick Gitar
· Kuas dan Sikat
· Tempat Baut
· Soldier baik itu jenis Biasa dan Station
· Lampu Service
· Alat Flash Bios
· Bloower baik itu jenis Digital dan Analog
· BGA Rework Sation
· Penghapus

Sabtu, 07 Juni 2014

Pengupas Bawang Di Tengah-Tengah Gemerlap Ibu Kota


Cahaya kekuning-kuningan telah hilang dari penglihatan, pertanda malam menggantikan siang. Namun, Jakarta masih ramai dengan segudang aktivitas manusia, tetap hidup laksana kisah 1001 malam.

Kulangkahkan kaki menuju sebuah warung kecil sambil mendengarkan alunan firman Tuhan bertalu-talu memekikkan pendengaran. Berlomba memenangkan titel masjid yang paling ramai dan fasih bacaannya. Deretan kontrakan satu, dua petak berpenghuni satu keluarga duduk lesehan di emperan terlihat masih sibuk dengan sekarung bawang merah, mengejar target penghasilan.

***

Suasana masyarakat tempatku tinggal saat ini, di wilayah Jakarta Timur, Kramat Jati. Kita bisa menyaksikan tiap-tiap kontrakan: ibu-ibu, bapak-bapak, muda-mudi, anak-anak mengupas bawang demi memenuhi permintaan juragan-juragan bawang di Pasar Induk. Fenomena inilah yang terus mengusik diriku untuk mengetahui lebih lanjut penghasilan dan sistem kerja sebagai pengupas bawang, sehingga spontan dengan rasa ingin tahu, aku tanyakan pada pemilik warung malam itu, yang kebetulan juga ia sibuk mengupas bawang sambil menunggu pembeli yang singgah di warungnya.

Setalah melakukan wawancara dengannya, jasa bayaran sebagai pengupas bawang memang lumayan untuk menopang kehidupan di Jakarta. Alasan dari pada diam jenuh di rumah tanpa penghasilan mewakili mayoritas masyarakat di sini, selain tentunya himpitan dapur dan biaya anak-anak mereka di sekolah.

***

Adapun upah jasa mengupas bawang satu karung berbobot dua kilo akan diganjar, Rp. 12.000 rupiah, tergantung kecepatan dan tekad saja yang akan meningkatkan penghasilan mereka, kadang ada juga yang satu hari bisa menyelesaikan tiga karung, tapi sangat jarang bila dilakukannya sendiri, biasanya rombongan melibatkan anak, suami dan saudara-saudaranya. 

Juragan bawang setiap hari akan mengambil hasil kupasan bawang yang telah selesai dan akan berlanjut dengan supply karung bawang lainnya. Pembayaran akan mereka peroleh setiap 15 hingga 20 hari berikutnya, tapi mereka bisa saja meminta segera digelontorkan upah jasanya, karena terdesak oleh kebutuhan dapur atau biaya anak-anak mereka di sekolah. 

Hasil kupasan bawang akan dialokasikan untuk memenuhi orderan pihak hotel, restauran, dan lainnya. Permintaan ini akan terus berlanjut selama supplier mampu memberikan pelayanan yang baik dan memuaskan. 

***

Berkaca dari wawancara spontanitas ini, ada satu pengalaman tersendiri terutama bagi penulis akan geliat ekonomi di ibu kota. Satu sisi ibu kota adalah simbol kemegahan dan kemakmuran, namun ternyata masih saja masyarakat ibu kota terjerembab dalam kenyataan hidup yang jauh dari simbol-simbol yang dicitrakan. Mereka masih harus berkutat dalam kebutuhan primer sehari-hari. Memang, di sekitar tempat saya tinggal mayoritas masyarakatnya adalah pelaku bisnis  dan kuli-kuli di Pasar Induk, tempat berbagai komoditi perdagangan hilir-mudik memenuhi kebutuhan masyarakat di Jakarta. Tapi, hal ini bagi saya adalah “paradoks”. Karena sentra pasar induk setidaknya berbanding lurus dengan kesejahteraan hidup, tapi justru sebaliknya. Salah satu indikator perbandingannya terletak pada upah yang dihasilkan dari jasa pengupas bawang.



Selasa, 03 Juni 2014

Bahan Baku Manusia Adalah Waktu, Dan Waktu Adalah Uang


E. Kosasih dalam bukunya berjudul Psikologi Eksistensialis dengan mengutip ungkapan kalangan filosof eksistensialis, menyatakan bahwa bahan baku manusia adalah waktu. Ungkapan filosofis ini seirama dengan ungkapan kalangan dunia bisnis yang telah mashur kita dengar bahwa: waktu adalah uang. Ke dua ungkapan tersebut bila kita renungkan pada intinya memiliki persamaan dan kaitan yang sangat erat dan tidak menjadi privilage kalangan tertentu saja, yang seringnya kita menganggapnya memiliki dikotomi; saling berseberangan.

Ok, mari kita renungkan dan kaitkan satu sama lainnya dalam batasan bagaimana memaknai waktu. 

Kalangan eksistensialis: bahan baku manusia adalah waktu. Artinya, waktu memiliki kaitan yang erat akan ‘ada dan mengadanya manusia’. Secara fundamental, tanpa ada waktu pastinya manusia akan tiada. Dari kacamata lain; mengadanya manusia sering teraliensi oleh adanya, karena manusia tidak mampu memanfaatkan sang waktu. Sehingga, keberadaannya dalam keterasingan eksistensi diri; dengan berkata: “adanya aku tiada; tiada artinya!”. Sehingga, keberadaannya menimbulkan pantologi yang menjangkit seluruh sistem keberadaannya. Menggerogoti keberadaannya dalam segudang masalah diri dan sosial. Hingga mati terjerembab dalam ketiadaan sebagai manusia yang seharusnya ada dan mengada.

Dalam kaitannya dengan aktivitas bisnis: ungkapan waktu adalah uang. Karena pragmatisme dunia bisnis adalah tuntutan finansial yang bisa memunculkan dan menenggelamkan sepak terjang bisnis yang sedang dijalankan. Motor penggeraknya berupa uang. Target dan tujuannya jelas, bagaimana mencapai hasil maksimal; keuntungan yang sebesar-besarnya, dengan menjaring klien atau konsumen. Kasarnya, bagaimana produk barang atau jasa laku; bisa dinikmati oleh pasar. Oleh sebab itu, bisnis hanya bisa berjalan dan berkembang hanya dengan memegang dan menjaga filosofi: waktu adalah uang, yang semaktu-waktu bila pebisnis tidak mampu memanfaatkan dan memaksimalkan waktu, uang tidak akan menghampiri, karena akan berpindah ke lain kompetitor. 

Uang pun adalah sumber ukuran kesejahteraan hidup, yang dalam struktur bawah: dengan uang, manusia bisa makan; manusia bisa bertahan hidup. Basic neednya: sandang, pangan dan papan tercukupi. Sehingga, tak jarang di sudut manusia di wilayah lain, mati kelaparan. Karena, negara defisit uang, sebagai sumber membeli bahan baku makanan untuk rakyatnya. Atau perusahaan bangrut, barang dan jasanya tidak laku dipasaran, karena pundi-pundi keuntungan berupa uang yang seharusnya bisa diperoleh harus raib; tak laku, akhirnya alokasi biaya operasional perusahaan tersendat. Mati. Bangkrut.

Umumnya manusia akan berlomba mencapai tujuan ini: uang demi menjaga eksistensi bahan bakunya. Agar tetap survive hidup dalam mengadanya. Sama halnya dengan perusahaan, demi mencapai keuntungan berupa simbol uang, ektra upaya meraihnya. Tak jarang cara kotor dan licik demi keuntungan sesaat mereka lakukan. Memonopoli, menyuap dan membunuh eksistensi akses bisnis perusahaan lainnya, bahkan ada juga mengeksploitasi sumber bahan baku alam tanpa adanya upaya konservasi dan keselamatan masayarakat. Ya, demi satu tujuan, yakni agar perusahaan bisa survive di tengah persaingan yang ganas dan penuh intrik bisnis.


***

Kenyataannya, waktu adalah uang yang menjadi bahan baku manusia bisa hidup dalam adanya yang mengada. Alangkah naifnya, bila uang selalu menjadi stigma negatif akan eksistensi manusia yang berorientasi komersil. Bila kita balik dan renungi, umumnya manusia butuh uang. Kenyataan yang terus melingkari kehidupan manusia yang eksis dalam ruang dan waktu.

Perenungan Diri...