Pastinya,
kita sering mengidolakan seorang figur ideal untuk dicontoh dalam laku hidup
ini. Terlepas mau itu mencontoh figur yang baik atau buruk. Dan sah-sah saja
memilih salah satunya. Namun, mencontoh salah satu antara baik atau buruk akan
memiliki dampak dan akibat tersendiri.
Rujukan
penerapan mencontoh figur ideal tersebut dalam rentang sejarah kehidupan
manusia, awalnya bersumber dari cerita lisan keluarga kita, guru kita, teman
kita, atau dari sumber bacaan sejarah selama kita mengenyam pendidikan di
bangku sekolah, bahkan ada juga dari pengalaman langsung yang melibatkan panca
indra kita sendiri, misalnya, mencontoh ayah kita; karena menyaksikan langsung kedermawanannya,
atau teman kita; karena semangat belajarnya.
Sebagaimana
sering kita saksikan juga, seseorang tergila-gila kepada salah satu idolanya,
hingga seluruh model rambut, pakaian, tingkah-laku, gaya bicara mencoba sama
persis layaknya sang idola. Seolah-olah, ia adalah imitasi dari wujud
asli sang idola. Padahal yang dicontoh atau ditiru menggambarkan citra negatif.
Seperti
itulah keberadaan manusia, sangat senang dan mudah mencontoh, terutama hal-hal
yang unik atau khas tanpa memperdulikan yang dicontoh itu memiliki konotasi baik
atau buruk.
Praktek
Bisnis
Praktek
mencontoh sesuatu yang ‘ideal’ dalam menjalankan bisnis atau membangun
perusahaan merupakan hal lazim yang sering dilakukan pebisnis. Rujukan idealnya terutama bagi pebisnis atau
perusahaan yang sukses. Konteks ini memang hal lumrah, karena sesuatu yang
lebih di luar kemampuan rasionalnya, atau ternyata terdapat sisi-sisi di luar
jangkauan kenyataan dalam meraihnya, potensi mencontoh sangat besar. Baik itu menyangkut
cara atau metode berbisnisnya dalam menjalankan perusahaan, menghasilkan produk
yang marketable, cara menjual produk, bahkan ada juga yang secara penuh
mencontoh suatu produk tertentu dari orang lain.
Setiap
pebisnis atau perusahaan yang mampu menjual sebuah produk atau jasa tertentu
dengan kuantitas banyak melalui respon pasar yang positif. Biasanya, hal ini
akan menjadi sumber rujukan ‘mencontoh’ kalangan pebisnis atau perusahaan
lainnya. Dalam iklim berbisnis yang kompetitif saat ini, praktek tersebut
sah-sah saja, asalkan praktek mencontoh itu tidak menyentuh wilayah subtansial
kreasi suatu produk, yaitu memflagiat atau menjiplak; dalam arti hasil produk
orang lain atau perusahaan lain kita tiru. Tentunya, praktek haram ini harus
dihindari oleh kalangan pebisnis. Namun, bila praktek mencontoh hanya sebatas
penerapannya dalam hal cara atau metode bisnis potensial, atau misalnya juga
menciptakan produk sejenis, namun dengan kreasi orisinil kita yang kreatif dan
inovatif. Praktek mencontoh seperti ini harus kita tumbuh dan kembangkan. Sehingga
dari sinilah iklim kompetisi yang sehat dan kondusif akan terbentuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar