Sabtu, 27 September 2014

Fenomena Keyakinan Mistik Dalam Berbisnis


Berjalan menelusuri gang-gang sempit perumahan di kota peninggalan imperium kerajaan di salah satu kota di pulau Jawa merupakan pengalaman yang sulit dilupakan. Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari perjalanan itu, namun yang menjadi bahan pengembaraan pemikiran ini adalah hawa mistiknya. Hawa yang mampu menggerakkan rasa dibuat penasaran untuk segera menguaknya. Sehingga, gejolak yang menggelayut dalam pikiran bisa terbayar sudah. Agar pertikaian keyakinan pada hal-hal yang berbau mistik tidak hanya dalam wacana teori semata.

Konteks mistik ini merupakan hal lumrah yang sering menjadi tema serius masyarakat Jawa. Masyarakat yang tatanan pada hal-hal yang ghaib ini mampu menciptakan budaya tersendiri yang hampir seluruh kehidupan mereka tidak akan pernah lepas pada penyebutan kata tersebut.

Teori Pengertian Mistik

Keyakinan akan hal-hal mistik ini tak jarang menempatkan manusia pada polemik berkepanjangan antara dua kutub ekstrim: rasionalistik dan materialistik versus unrasionalistik dan unmaterialistik. Dimana kutub mistik ini menempati posisi batasan unrasionalistik dan unmaterialistik, karena mistik memang sulit dicerna oleh akal sehat dan ketiadaannya bukti fisik materinya, namun hanya bisa dirasakan, dan yang sifatnya subjektif. Sehingga menentukan parameter objektifitas mistik, dalam kajian keilmuan modern ala pendekatan ilmuan Barat masih menjadi bahan perdebatan yang sulit diterima. Akhirnya, keyakinan pada yang mistik merupakan pandangan umum untuk tidak perlu diketengahkan dalam pembicaraan akademik keilmuan. Tapi sekup wilayahnya hanya bisa diperbicangkan secara eksklusif terbatas pada orang-orang, kondisi dan wilayah tertentu. 

Ditelusuri secara filologi katanya sendiri, kata mistik ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu mystikos, yang artinya rahasia, serba rahasia, tersembunyi, gelap. Yang dalam pemahaman Ahmad Tafsir (2004), mistik adalah fenomena yang tidak rasional atau tidak dapat dicerna rasio. Sehingga, menjabarkan pengalaman mistik pada seseorang yang belum pernah mengalami dan merasakannya langsung hanya membuang-buang waktu saja, bahkan cap gila bukan tidak mungkin bisa terjadi. Sebaliknya, bila pengalaman mistik ini kita jabarkan ke sesama orang yang pernah mengalami dan merasakan, merupakan ruang apresiasi tersendiri yang mampu menciptakan perbincangan yang mengasyikkan. 

Dunia Bisnis

Pertanyaan mendasar, adakah hubungan dan keterlibatan pelaku-pelaku bisnis terhadap hal mistik ini? Bentuknya seperti apa? Dan mengapa? 

Sebagaimana fenomena perkembangan bisnis saat ini, dimana pebisnis-pebisnis Barat masih menguasai, sehingga aspek-aspek bisnis selalu dijejali oleh paradigma-paradigma teori-teori Barat yang serba rasionalistik, materialistik dan emprik. Dibanding dengan alam bisnis dan keyakinan masyarakat Jawa pada hal mistik masih kental. Karena juga, kegelisahan saya di tengah desas-desus sebagian orang di tempat saya berpijak saat ini, tentang masih banyak kalangan pebisnis di pulau kita ini, untuk meningkatkan dan membangun bisnisnya tak jarang menggunakan cara-cara mistik. 

Pertimbangan kalangan pebisnis untuk meyakini dan melakukan persekutuan kepada hal yang mistik, karena kenyataan dunia bisnis yang penuh kompetisi super ketat, tak jarang usaha saling mengalahkan dan membunuh berkembang dan majunya suatu bisnis merupakan cara dan jalan yang sering ditempuh. Karena pesaing adalah lawan yang patut dieyahkan dan dikalahkan. Penggunaan cara mistik, sering mereka gunakan, misalnya dengan pemanfaatan tenaga jin, dengan memerintahkan sang jin untuk membuat bisnis sang pesaing tidak berjalan normal atau dibuat bangkrut. Yang dalam istilahnya ‘disantet; diguna-guna’. 

Sedangkan ada juga melakukan persekutuan dengan meminta pada jin saja. Di Jawa penyebutan semacam ini disebut dengan istilah ‘muja atau nyupang’, dan penyebutan jin yang mereka puja pun bermacam-macam istilah penamaan, tergantung jenis jin yang mereka puja, dan daerah dimana sang pemuja dan Jin sendiri tinggal. Ada dengan menggunakan mediasi tuyul, sejenis jin berpostur kecil, gundul, selalu bertelanjang dada dan hanya mengenakan cawet saja atau celana dalam, dimana tuyul ini mengabdi pada sang empunya dengan jalan mencuri uang milik orang lain. Ada juga yang melakukan persekutuan dengan sebangsa jin yang berbentuk ular, babi, anjing dan lainnya. Melalui mediator dengan proses bersekutu tersebut, penghambaan dan persekutuan dengan hal mistik ini adalah dalam rangka mempercepat proses majunya dan berkembangnya suatu bisnis. Namun, proses nyupang atau muja ini sering menghasilkan dan memberikan korban jiwa baik itu dari pihak keluarga; anak, istri, orang tua atau orang lain, yang istilahnya sebagai tumbal yang harus dipersembahkan pada sang jin, tentunya setelah terikat perjanjian dan persyaratan yang telah disepakati. 

Ke dua cara mistik itu disebut dengan cara negatif dan harus manusia hindari. Solusinya dengan meyakini cara mistik positif, yaitu dengan meyakini keberadaan Tuhan. Yang keyakinan pada Tuhan ini merupakan istilah hakiki yang patut manusia yakini. Maka sepatutnya keyakinan pada sang Tuhan harus dipupuk oleh semua kalangan pebisnis. Yang pada hakikatnya Tuhanlah yang mengatur dan menciptakan semua makhluk di jagad raya ini, termasuk jin, maka alangkah naïf dan ruginya manusia bersekutu dan meminta jin-jin tersebut, yang dalam struktur penciptaan Tuhan, manusia adalah makhluk sempurna yang diciptakan oleh Tuhan, dan dititahkan untuk menjadi pemimpin di dunia ini. Sehingga, eksitensinya sudah dipersiapkan secara sempurna dengan dua unsur esensial, yakni berupa unsur jasmani yang tampak dan unsur ruhani yang tidak tampak yang bisa manusia rasakan saja. Ditambah komponen perangkat perangkat canggih baik itu berupa akal, hati, nafsu sehingga manusia mampu memilah mana yang baik dan buruk, manusia dapat melakukan tindakan baik atau buruk, bahkan manusia dapat melakukan alternatif-laternatif lainnya dalam menggapai tujuan. Yang kesempurnaan manusia itulah menempatkannya mampu menjangkau batasan eksistensi jin, malaikat dan makhluk-makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Sehingga, penghambaan pada yang selain pada Tuhan merupakan penurunan pada derajat kesempurnaan manusia sebagai makhluk sempurna. 

Korelasi pemahaman ini dalam hubungannya dengan dunia bisnis, terletak sejauhmana manusia mampu memanfaatkan perangkat-perangkat tersebut di tengah-tengah persaingan bisnis yang super ketat dan penuh intrik. Artinya, jalan terbaik berbisnis dengan memanfaatkan cara cerdas ala manusia sebagai makhluk sempurna, dengan berpegang teguh pada keyakinan kita pada Tuhan.
Karena, bila kegagalan dan kebangkrutan mengintai pebisnis, celah untuk melakukan jalan pintas sangat besar. Dalam kondisi seperti ini solusi untuk menyelesaikannya sangat rawan pada dua bentuk jalan atau cara: cara nyupang atau muja pada jin dengan mendatangi dukun, atau cara pemasrahan total pada Tuhan sesuai jalur agama. 

Oleh sebab itu, agar terhindar dari posisi kegagalan. Aturan agama dan ilmu bisnis konvensional telah memberikan rumus atau resep yang patut dilaksanakan dan diperhatikan jika hendak menjalankan bisnis. Walaupun teori-teori tersebut dalam prakteknya memang sulit. Keyakinan dan kemantapan bertindak sesuai koridor akan lebih aman dan menentramkan jiwa, walaupun di sisi lain pebisnis lainnya banyak melakukan jalan yang menelikung trak lurus tersebut, tapi jaminan cara itu tidak akan aman dan penuh resiko. Perhatikan saja pengemudi mobil dijalanan, kasus kecelakaan akan terjadi jika pengemudi tidak mengindakan aturan main lalu lintas. Tindakan spekulatif tanpa perhitungan matang akan membawa pebisnis pada jurang kekecewaan dan kehancuran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar