Budaya berbisnis di daerah pesisir
pantai dalam rentang sejarah kehidupan masyarakat Indonesia merupakan cikal
bakal terciptanya pola pemikiran heterogen dan maju. Akses informasi-informasi
kalangan pendatang yang berdagang atau berbisnis di tempat itu, tak jarang
mampu membentuk wawasan dan sumber-sumber pengetahuan baru yang menjadi sumber
rujukan dalam menata pandangan kehidupan mereka untuk lebih progresif.
Berkaca pada sejarah awal proses
perdagangan atau proses bisnis di kepulauan Indonesia. Kerajaan-kerajaan besar
yang pernah menorehkan kegemilangan, menempatkan pusat kerajaannya tak jauh
dari daerah pesisir pantai. Memang cukup beralasan, melihat di wilayah pesisir
pantai adalah sumber utama akses kehidupan manusia bertemu dengan berbagai
macam varian pemikiran yang berbeda, sehingga sangat pantas bila raja-raja
tersebut mampu mengakomodir dan menancapkan pengaruh kekuasaannya, dengan
tujuan agar otoritas kekuasaan raja mampu memegang dan mengendalikan.
Taroh saja misalnya Kerajaan Majapahit, mustahil kebesaran namanya
bisa menyebar ke seantreo Asia tenggara dan dunia, bila letak kerajaan di
pedalaman, jauh dari pesisir pantai. Bandingannya berbeda dengan kerajaan Pajang dan Mataram Islam yang letak pusat kerajaan di pedalaman pulau Jawa,
jauh dari gemuruh kehidupan laut pantai Utara Jawa. Pemindahan pusat kerajaan
ini ternyata menimbulkan kemunduran drastis, dimana penjagaan keamanan wilayah
laut mudah dimasuki asing dan proses perdagangan pun mengarah pada praktek
kotor monopoli dagang dan penguasaan atas wilayah tertentu.
Akibatnya perbedaan letak pusat
kerajaan ini mempengaruhi luas wilayah kekuasaan dan kemakmuran masyarakat.
Sehingga, sebagaimana pernah disinggung Pramudya
Ananta Toer dalam novel sejarahnya berjudul Arus Balik, yang setting konstruksi cerita kesejarahannya di masa
kekuasaan Pati Unus, raja kedua kerajaan Demak itu, implisitas ceritanya – dari
sudut pandang saya pribadi – menegaskan bahwa kerajaan yang pusat kerajaanya di
pesisir pantai secara kebesaran dan kemakmuran rakyat akan lebih dibanding
dengan kerajaan yang pusat kerajaanya didirikan di daerah pedalaman. Dominasi
‘wilayah pesisir pantai utaralah’ yang mampu memegang akses luas bagi
perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia tempo dulu. Karena alasan kondisi
gelombang air laut pantai utara aman untuk dilewati kapal, dibanding pantai
selatan.
Misi
Bisnis Pelayar
Tujuan pelayar-pelayar asing pada
dasarnya menyimpan misi-misi tertentu, selain memang misi utama mereka
berdagang atau melakukan transaksi bisnis di kepulauan kita. Sehingga, kalo
kita pernah mendengar istilah ‘Gold’ (emas), istilah ini untuk menegaskan akan sebuah
misi ekonomi.
Diperkuat kebijakan longgar raja-raja
di kepulauan kita dalam transaksi bisnis perdagangan, hal ini merupakan peluang
pelayar-pelayar asing berdatangan. Disamping kebebasan yang diberikan raja
untuk melakukan transaksi bisnis, tanpa perlu mencampuri otoritas kekuasaan dan
kebijakan raja. Karena aturan mainnya, sejauh mana kalangan pendatang tersebut
mampu memberikan keuntungan bisnis melalui proses jual-beli transaksional dimana naungan otoritas keamanan
dan kebijakan ekonomi di bawah kekuasaan kerajaan.
Rekam jejak wilayah Indonesia yang
merupakan negara kepulauan, tentunya potensi bisnis dan interaksi bisnis dengan
bangsa-bangsa lainnya menempatkan Indonesia pada ruang bidik utama tujuan
pelayaran dagang. Catatan perjalanan sejarah-sejarah masa lampau dari
pelayar-pelayar China, India, Arab, Portugis, Inggris, Belanda selalu
menempatkan bangsa indonesia menjadi tujuan yang harus disambahi. Letaknya ada
pada sisi kekayaan sumber alamnya, terkenal dengan rempah-rempah dan peluang
permintaan akan produk barang yang tinggi.
Ditelusuri lebih jauh di masa
Atlantis, sebagaimana pernah tulis Santos
melalui masterpieces karya bukunya berjudul, The Lost Continent Finally Found, dengan penelitian dan data akuratnya,
Indonesia lah adalah Atlantis itu sendiri. Penelitian Santos awalnya berangkat
dari informasi Plato, walaupun di satu sisi kemasan informasi sang Filosof
Yunani ini berbentuk bahasa puitik yang makna objektifnya sering disamarkan dan
disembunyikan; penuh multi-tafsir. Tapi keyakinan Santos: “belahan bumi yang
kaya akan emas, kemakmuran penghuninya yang hancur lulah-lantah akibat letusan
gunung api yang menyebabkan banjir bandang besar (tsunami) adalah Indonesia”.
Pembuktian-pembuktian historis ini
adalah data yang seharusnya menjadi tolak ukur untuk secara efektif pemerintah
saat ini prioritaskan. Tapi dalam arti potensi sumber ekonomi lainnya tetap
perlu diperhatikan, walaupun rekam jejak aktivitas pertanian telah dikembangkan
oleh kerajaan-kerajaan di Indonesia yang lebih mengedapankan pada wilayah
pertanian. Inspirasi jejak peninggalan sejarah ini lalu dilanjutkan oleh
pemerintahan Suharto dengan berbagai macam program swasembada pangannya, sedangkan
wilayah potensi kelautan kita ‘selalu’ dianaktirikan. Baru di masa Gus Dur lah,
potensi kelautan kita mulai diperhatikan dan diupayakan secara maksimal.
Gebrakan yang patut kita apresiasi dari Gus Dur adalah membentuk Kementrian
Kelautan. Di titik ini, warisan Gus Dur merupakan spirit untuk lebih menjadikan
bangsa ini bangsa yang besar dan makmur berlandaskan potensi utama Sumber alam
lautnya, layaknya kebesaran Majapahit.
Sayangnya, program pemberdayaan dan
pengembangan sumber-sumber kelautan kita saat ini masih minim. Karena wilayah
kelautan telah lama ditinggalkan oleh setiap generasi kerajaan dan pemerintahan
Indonesia pasca runtuhnya kerajaan Majapahit, Demak dan Kolonialisme Belanda,
ditambah hegemoni pebisnis-pebisnis asing dan kapitalis-kapitalis bangsa kita
sendiri merupakan penyebab agenda-agenda Kementrian Kelautan bertepuk sebelah
tangan. Sehingga sepatutnya pemerintah – bila mengatas namakan rakyat – agenda
program pengembangan dan pemanfaatkan sumber-sumber ekonomi kelautan baik itu
berupa produk lautnya dan pelayanan jasa potensi kelautan segera diprioritaskan,
demi mendukung pembambangunan dan kemakmuran bangsa. Asalkan prinsip ketegasan
dan keberanian pemerintah saja merupakan alat ampuh dan efektif potensi laut
dapat menjadi sumber pemasukan kas bangsa ini. Semoga...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar