Berjalan menelusuri
gang-gang sempit perumahan di kota peninggalan imperium kerajaan di salah satu kota di pulau Jawa merupakan pengalaman yang sulit dilupakan.
Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari perjalanan itu, namun yang menjadi bahan
pengembaraan pemikiran ini adalah
hawa mistiknya. Hawa
yang mampu menggerakkan rasa dibuat
penasaran untuk segera menguaknya. Sehingga, gejolak yang menggelayut dalam pikiran bisa terbayar
sudah. Agar pertikaian keyakinan pada hal-hal yang berbau mistik tidak hanya
dalam wacana teori semata.
Konteks mistik ini
merupakan hal lumrah yang sering menjadi tema serius masyarakat Jawa.
Masyarakat yang tatanan pada hal-hal yang ghaib ini mampu menciptakan budaya
tersendiri yang hampir seluruh kehidupan mereka tidak akan pernah lepas pada penyebutan
kata tersebut.
Teori Pengertian Mistik
Keyakinan akan hal-hal
mistik ini tak jarang menempatkan manusia pada polemik berkepanjangan antara
dua kutub ekstrim: rasionalistik dan materialistik versus unrasionalistik dan unmaterialistik. Dimana kutub mistik ini menempati posisi batasan
unrasionalistik dan unmaterialistik, karena mistik
memang
sulit dicerna oleh akal sehat dan ketiadaannya bukti fisik materinya, namun
hanya bisa dirasakan,
dan yang sifatnya subjektif. Sehingga menentukan parameter objektifitas mistik, dalam kajian
keilmuan modern ala pendekatan ilmuan Barat
masih menjadi bahan perdebatan yang sulit diterima. Akhirnya, keyakinan pada
yang mistik merupakan pandangan umum untuk tidak perlu diketengahkan dalam
pembicaraan akademik keilmuan. Tapi sekup wilayahnya hanya bisa diperbicangkan
secara eksklusif terbatas pada orang-orang, kondisi dan wilayah tertentu.
Ditelusuri secara
filologi katanya sendiri, kata mistik ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu mystikos, yang artinya rahasia, serba
rahasia, tersembunyi, gelap. Yang dalam
pemahaman Ahmad Tafsir (2004), mistik adalah fenomena
yang tidak rasional atau tidak dapat dicerna
rasio. Sehingga, menjabarkan pengalaman mistik pada
seseorang yang belum pernah mengalami dan merasakannya langsung hanya membuang-buang
waktu saja, bahkan cap gila bukan tidak mungkin bisa terjadi. Sebaliknya, bila pengalaman
mistik ini kita jabarkan ke sesama orang yang pernah mengalami dan merasakan, merupakan
ruang apresiasi tersendiri yang mampu menciptakan perbincangan yang
mengasyikkan.
Dunia Bisnis
Pertanyaan mendasar,
adakah
hubungan dan keterlibatan pelaku-pelaku bisnis terhadap hal mistik ini?
Bentuknya seperti apa? Dan mengapa?
Sebagaimana fenomena
perkembangan bisnis saat ini, dimana pebisnis-pebisnis Barat masih menguasai,
sehingga aspek-aspek bisnis selalu dijejali oleh paradigma-paradigma teori-teori Barat yang serba rasionalistik,
materialistik dan emprik. Dibanding dengan alam bisnis dan keyakinan masyarakat
Jawa pada hal mistik masih
kental. Karena juga, kegelisahan saya di tengah desas-desus sebagian orang di
tempat saya berpijak saat ini, tentang masih
banyak kalangan pebisnis di pulau kita ini, untuk meningkatkan dan
membangun bisnisnya tak jarang menggunakan cara-cara mistik.
Pertimbangan kalangan
pebisnis untuk meyakini dan melakukan
persekutuan kepada hal yang mistik, karena kenyataan dunia bisnis yang penuh
kompetisi super ketat, tak jarang usaha saling mengalahkan dan membunuh
berkembang dan majunya suatu
bisnis merupakan cara dan jalan yang sering ditempuh. Karena pesaing adalah
lawan yang patut dieyahkan dan dikalahkan. Penggunaan cara mistik, sering
mereka gunakan, misalnya dengan
pemanfaatan tenaga jin, dengan memerintahkan sang jin untuk membuat bisnis
sang pesaing tidak berjalan normal atau dibuat bangkrut.
Yang dalam istilahnya ‘disantet; diguna-guna’.
Sedangkan ada juga melakukan persekutuan dengan
meminta pada jin saja. Di
Jawa penyebutan semacam ini
disebut dengan istilah ‘muja atau nyupang’, dan penyebutan jin yang mereka puja pun bermacam-macam
istilah penamaan, tergantung jenis jin yang mereka puja, dan daerah dimana sang
pemuja dan Jin sendiri tinggal. Ada dengan menggunakan mediasi tuyul, sejenis
jin berpostur kecil, gundul, selalu bertelanjang dada dan hanya mengenakan
cawet saja atau celana dalam, dimana tuyul ini mengabdi pada sang empunya
dengan jalan mencuri uang milik orang lain. Ada juga yang melakukan persekutuan
dengan sebangsa
jin yang berbentuk ular, babi, anjing dan lainnya. Melalui mediator dengan
proses bersekutu tersebut, penghambaan dan persekutuan dengan hal mistik ini
adalah dalam rangka mempercepat proses majunya dan berkembangnya suatu bisnis.
Namun, proses nyupang atau muja ini sering menghasilkan dan memberikan korban jiwa
baik itu dari pihak keluarga; anak, istri, orang tua
atau orang lain, yang istilahnya sebagai tumbal yang harus dipersembahkan pada
sang jin, tentunya setelah
terikat perjanjian dan persyaratan
yang telah disepakati.
Ke dua cara
mistik itu disebut dengan cara negatif dan harus manusia hindari. Solusinya dengan
meyakini cara mistik positif, yaitu dengan meyakini keberadaan Tuhan. Yang keyakinan
pada Tuhan ini merupakan istilah hakiki yang patut manusia yakini. Maka sepatutnya
keyakinan pada sang Tuhan harus dipupuk oleh semua kalangan pebisnis. Yang pada
hakikatnya Tuhanlah yang mengatur dan menciptakan semua makhluk di jagad raya ini, termasuk jin, maka alangkah naïf dan ruginya manusia bersekutu dan
meminta jin-jin tersebut, yang dalam struktur penciptaan Tuhan, manusia
adalah makhluk sempurna yang diciptakan oleh Tuhan, dan dititahkan untuk
menjadi pemimpin di dunia ini. Sehingga, eksitensinya sudah dipersiapkan secara sempurna dengan dua unsur esensial, yakni berupa unsur jasmani
yang tampak dan unsur ruhani yang tidak tampak
yang bisa manusia rasakan saja. Ditambah komponen perangkat perangkat canggih baik itu berupa
akal, hati, nafsu sehingga manusia mampu memilah mana yang baik dan buruk,
manusia dapat melakukan tindakan baik atau buruk, bahkan manusia dapat
melakukan alternatif-laternatif lainnya dalam menggapai tujuan. Yang
kesempurnaan manusia itulah
menempatkannya mampu menjangkau batasan eksistensi jin,
malaikat dan makhluk-makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Sehingga, penghambaan pada
yang selain pada Tuhan
merupakan penurunan pada derajat kesempurnaan manusia sebagai makhluk sempurna.
Korelasi pemahaman ini
dalam hubungannya dengan dunia bisnis, terletak sejauhmana manusia mampu
memanfaatkan perangkat-perangkat tersebut di tengah-tengah persaingan bisnis
yang super ketat dan penuh intrik. Artinya, jalan terbaik berbisnis dengan memanfaatkan cara cerdas ala manusia
sebagai makhluk sempurna, dengan berpegang teguh pada
keyakinan kita pada Tuhan.
Karena, bila kegagalan dan
kebangkrutan mengintai pebisnis, celah untuk melakukan jalan pintas sangat
besar. Dalam kondisi seperti ini solusi untuk
menyelesaikannya sangat rawan pada dua bentuk
jalan atau cara: cara nyupang atau muja pada jin dengan mendatangi dukun, atau
cara pemasrahan total pada Tuhan sesuai jalur
agama.
Oleh sebab itu, agar terhindar dari
posisi kegagalan. Aturan agama dan ilmu
bisnis konvensional telah memberikan
rumus atau resep yang patut dilaksanakan dan diperhatikan jika hendak menjalankan
bisnis. Walaupun
teori-teori tersebut dalam prakteknya
memang sulit. Keyakinan dan kemantapan bertindak sesuai koridor akan lebih
aman dan menentramkan jiwa, walaupun
di sisi lain pebisnis lainnya banyak melakukan jalan yang menelikung trak lurus
tersebut, tapi jaminan
cara itu tidak akan aman dan penuh resiko. Perhatikan
saja pengemudi mobil dijalanan, kasus kecelakaan akan terjadi jika pengemudi tidak
mengindakan aturan main lalu lintas. Tindakan spekulatif tanpa perhitungan
matang akan membawa
pebisnis pada jurang kekecewaan dan
kehancuran.