Ia lahir dari keluarga Tionghoa di masa penjajahan Belanda,
pada tanggal 12 Oktober 1932, dengan nama asli Thung Tjiang Kwee, kemudian
namanya berubah menjadi Adhi Tirtawisata karena kebijakan pemerintahan Suharto
pada waktu itu, bahwa seluruh warga keturunan Tionghoa harus merubah nama
Tionghoanya, agar identitas sebagai orang Indonesia terlihat.
Latar-belakang kehidupan keluarganya, ia dibesarkan dalam
lingkungan keluarga perkebunan. Tapi, keluarganya selalu memberikan kebebasan dalam
menentukan pilihan hidup, dari sinilah menempanya menjadi sosok yang senang
belajar hal apapun. Di masa-masa kecil, bakat menjadi seorang pebisnis sudah
menonjol, upamanya apabila musim layang-layang tiba, ia selalu membuat
layang-layang, lalu dijual ke teman-temannya. Keuntungan jualan layang-layang
memberikan uang tambahan, selain tentunya uang saku yang ia peroleh dari ke dua
orang tuanya.
Dalam hal berorganisasi ekstra sekolah, di umur 7 tahun, ia
sudah kepicut bergabung dengan organisasi Pramuka. Ia mendapatkan banyak
pelajaran hidup dalam organisasi ini, dimana kelak nilai-nilai kepanduan Pramuka
tersebut akan terus mewarnai karirnya dalam mengembangkan bisnis.
Setelah menamatkan sekolah, keinginannya menjadi seorang
pengacara, menyebakan ia kuliah mengambil jurusan hukum di Jakarta, tapi melihat dan
merasakan dunia pengacara yang penuh intrik, akhirnya hati nuraninya menolak.
Ditinggalkanlah kehidupan sebagai pengacara sebagaimana yang ia cita-citakan,
banting setir menggeluti bisnis.
Di masa kuliah, ia sempat juga mengajar di SD, setelah
sempat menumpang tinggal di rumah temannya, yang notabennya adalah guru kepala
sekolah tempat ia mengajar. Selama mengajar di SD, prinsip-prinsip kepanduan
dalam Pramuka, yaitu rajin, jujur, setia dan ingat kepada Tuhan ia tanamkan
pada murid-muridnya, bahkan dalam menjalankan bisnisnya pun prinsip ini selalu
menjadi panduan yang ia terapkan di perusahaan. Baginya, ke empat prinsip
tersebut tidak hanya batas pemahaman saja, tapi harus dipraktekkan dalam hidup.
Maka, realisasi penerapan prinsip tersebut harus dimulai dari diri pribadi
dalam bentuk suri tauladan; contoh diri. Akumulasi awal penerapan ke empat
prinsip ini berupa konsistensinya berangkat kerja tepat waktu dan pulang pun
demikian.
Selama mengajar di SD ada pengalaman tanpa diduga
sebelumnya yang menggugah insting bisnisnya, yakni ketika tanpa disengaja, di
tempat pangkalan becak biasa nongkrong sekitar sekolah tempat biasa ia
mengajar, salah seorang pemilik becak menawarinya becak untuk dibeli.
Alasannya, pemilik becak sedang membutuhkan uang. Mendengar tawaran langka ini,
segera jiwa bisnisnya membuncah. Tanpa pikir panjang ke empat becak yang
sebelumnya telah ditawarkan kepadanya ia beli.
Selain mengajar dan memiliki bisnis menyewakan becak, ia
menjalankan bisnis ayam kate yang ia pelihara sendiri, berawal dari sepasang
sampai berjumlah belasan. Kemudian, ayam-ayam kate itu ia jual di Pasar
Pramuka.
Namun, dari sekian profesi hidup dan beberapa bisnis yang
ia jalankan, ada satu profesi pekerjaan yang kelak akan menjadikannya ikon bisnis
pariwisata di Indonesia. Yakni, satu tahun masa akhir kuliahnya di jurusan
hukum, ia bekerja di perusahaan agent perjalanan wisata IASA tour & travel
sebagai penjual tiket pesawat. Profesi ini merupakan Babak baru perkenalannya
dalam dunia kepariwisataan.
Tahun 1962, ia menjadi pengacara sebagaimana jurusan kuliahnya
di bidang hukum. Karena kondisi pada tahun itu, sang bos tempat ia bekerja
secara kebetulan adalah seorang pengacara. Bosnya memintanya mengurusi kasus di
pengadilan. Namun, hanya 2 tahun saja profesi pengacara ia jalani.
Tahun 1965, total ia tinggalkan dunia pengacara, lalu
memfokuskan diri menekuni bisnis kepariwisataan dengan mendirikan travel yang
ia beri nama Djaja Travel, namun bisnisnya tidak berjalan lama. Tutup.
Memaksanya kembali bekerja di PT Asia Express; perusahaan perjalanan wisata.
Selama bekerja dan bergulat dalam dunia perjalanan wisata, ia
mendapat julukan unik, yaitu “Adhi With The Yellow Ticket”. Asal-usul julukan
tersebut dikarenakan intensitas mobilitasnya selalu menggenggam tiket Lufthansa
berwarna kuning; tiket yang berasal dari maskapai penerbangan Jerman.
Ketika menjual tiket, ia mampu memberikan profit yang besar
pada Lufthansa dengan hasil penjualan tiket dengan jumlah yang sangat banyak,
menyebabkan ia bisa memperoleh tiket keliling dunia. Yang sebelumnya melalui
pengajuannya kepada sang manager.
Tahun 1967, CV Batemuri berdiri. Perusahaan yang baru ini
masih berkecimpung dalam bisnis biro perjalanan wisata, tidak hanya bergerak
dalam penjualan tiket, tapi juga memfasilitasi kegiatan tour. Produk jasa tour
yang ia bidik pertama kali hanya menjangkau wilayah Jakarta saja, dengan tour
keliling kota Jakarta, yang ia namai City Tour. Di fase inilah, bisnisnya
berkembang pesat, menyebabkan teman sejewatnya banyak meminta bergabung.
Akhirnya, tahun 1971, perusahaannya yang awalnya CV, berubah status menjadi PT.
Setahun kemudian, ia mendirikan
perusahaan kembali, yang ia beri nama PT Regina Alta Tours. Perusahaan yang
baru ini bergerak dalam bidang yang sama, yakni menjual tiket dan kegiatan tour
keliling Jakarta.
Namun, double jabatan kepemilikan dalam
suatu perusahaan, membuatnya tidak bisa sepenuhnya fokus mengembangkan bisnis
biro perjalanan yang ia dirikan, akhirnya pada tahun 1974, jabatan sebagai
direktur PT Batemuri Tours ia tinggalkan.
Tahun 1975, PT Regina Alta Tours
olehnya disisipkan penambahan nama Panorama, sehingga menjadi PT Regina Alta
Panorama Tours. Lalu, tahun 1995 nama perusahaanya berubah kembali dengan
menghapus sisipan nama: Regina dan Alta, berubah menjadi PT Panorama Tours.
Penggunaan nama PT Panorama
Tours, semakin membuat laju bisnisnya berkembang, ditandai dengan paket produk wisata
tour baru, bernama Jakarta Stopover: paket tour pulang-pergi dengan berbagai
macam fasilitas berupa perjalanan airport ke hotel, akomodasi, paket city tour
selama sehari-semalam.
Tidak hanya puas dititik ini
saja, bisnis perjalanan wisatanya menjalin kontrak kerjasama dengan pihak
Singapore dan Malaysia Airlines. Di titik ini perusahaannya menjadi ikon perintis di Indonesia yang
menorehkan sejarah sebagai perusahaan perjalanan wisata yang pernah membangun
hubungan kerjasama dengan maskapai penerbangan Internasional. Berlanjut, di
tahun 1979 hingga 1986, melalui program bernama Emerald Holidays, ia bangun
kerjasama dengan pihak maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Adapun Program
Emerald Holidays adalah pelopor kegiatan inbound tourism dengan 16 paket wisata
berbagi kota di Indonesia. Dan produk bisnisnya berkembang pula pada
tersedianya paket Bali & Beyond.
Dalam menelorkan program paket
produk wisata baru, ia tak sungkan terjun langsung, survey terlebih dahulu.
Sehingga, praktek ini menjadikan paket-paket produk wisatanya cepat berkembang
dan sangat dinikmati konsumen. Karena, banyak tujuan objek wisata baru yang ia
miliki, yang selama ini masih kurang diberdayakan dan dikembangkan.
***
Buah kerja kerasnya dalam bisnis tour & travel
menempatkan Adhi Tirtawisata ke jajaran pebisnis yang sukses. Sehingga, ekspansi
bisnisnya membentuk jaringan bisnis berjalin-kelindan dalam satu payung
bernama: Panorama Group, meliputi tiga bidang jaringan bisnis, yaitu
pariwisata, transportasi dan hospitality.
Capaian puncak ini menghantarkannya memperoleh berbagai
penghargaan baik itu tingkat nasional maupun internasional, dan yang patut saya
apresiasi dan acungi jempol ialah penghargaan dari Kementerian Pariwisata
Isarel yang diserahkan langsung oleh Menteri Pariwisata Israel, Uzi Landau,
kepada Adhi Tirtawisata selaku pemilik PT Panorama Group pada tanggal 25
Desember 2013, terhadap peranannya mendatangkan turis dari Indonesia ke Israel.
Padahal, pemerintah Indonesia tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
Namun, bagi saya bukan persoalan, malah upaya ini harus dilanjutkan dan dijalin
dengan erat terutama dalam ranah bidang kepariwisataan.
Tulisan sederhana ini semoga melecut semangat saya dan kita semuanya...