Sosok
Ciputra di Indonesia sudah sangat familiar, terutama untuk kalangan yang
bekecimpung dalam dunia bisnis properti. Julukan sebagai raja properti tersemat
sepenuhnya di pundaknya. Karena pengalaman dan kiprahnya ini, biografi hidup dan
perjalanan bisnisnya selalu menjadi inspirasi yang tak henti-hentinya diulas di
media cetak maupun elektronik. Tentunya selain kegetolannya menyuarakan
pentingnya masyarakat Indonesia berjiwa dan bermental Entrepreneur
mandiri, yang ia implementasikan dengan mendirikan Universitas Ciputra yang
memfokuskan kurikulum pendidikannya pada ranah entrepreneur dan berbagai macam
event pelatihan bisnis.
Ya,
ingat nama Ciputra sama halnya ingat sosok pebisnis yang sukses dan handal.
Keberhasilannya di dunia bisnis, khususnya di dunia properti tidak ia bangun
dengan segejap mata, tapi melalui berbagai macam proses panjang dan berliku.
Masa-masa
tinggal di kampung halaman ia lalui dengan kesulitan dan penderitaan hidup. Ciputra
yang lahir pada tanggal 24 Agustus 1931 di Parigi, Sulawesi Tengah, dengan nama
asli Tjie Tjin Hoan. Pada tahun 1944, di umur 12 tahun, Ayah yang ia
cintai, Tjie Sim Poe, dalam penyaksian ke dua matanya ditangkap oleh serdadu yang
identitasnya tak dikenal sama sekali, disebabkan tuduhan palsu sebagai spionase
Belanda. Karena sang ayah memang di masa pendudukan penjajah Dai Nippon sangat
anti-penjajah, yang memunculkan gelora untuk mengkonfrontir setiap aksi
penjajahan Dai Nippon (Jepang). Pasca penangkapan keji ini, ayah yang merupakan
tulang punggung keluarga hilang tanpa kabar berita lagi.
Kehilangan
sosok Ayah, melecut semangat dan ambisinya dalam meraih cita-cita, sifat
seenaknya sendiri dan bandel yang sering ia perbuat di SD berangsur-angsur ia
tinggalkan. Dan juga ditunjang berkat ketegaran dan dorongan sang ibu, Lie Eng
Nio, Ciputra yang merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara, dapat berhasil
menamatkan jenjang pendidikan SMP dan SMA di Manado, yang sama-sama ia
selesaikan di lembaga pendidikan yang bernama Frater Don Bosco. Kemudian, keinginannya
menjadi seorang Arsitektur, menyebabkan ia harus hijrah meninggalkan kampung
halaman menuju Bandung, Jawa Barat, kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Selama kuliah di ITB, jiwa bisnisnya sudah terlihat, dibuktikan dengan mendirikan
PT Daya Cipta di tahun 1957 bersama ke dua teman kuliahnya, yaitu Ismail Sofyan
dan Budi Brasali. Hasil proyek pekerjaan di perusahaan ini adalah penyelesaian
proyek gedung Bank bertingkat di Aceh. Prestasi ini akan selalu diingat
Ciputra, mengingat proyek ini terbilang lumayan besar pada waktu itu, walaupun kantor
tempat perusahaan ia dirikan bersama ke dua temannya adalah sebuah garasi. Tapi,
hal itu bukan merupakan kendala ia berprestasi dan berkreasi.
Tahun
1960, setelah tamat dari ITB, dan telah menikah dengan Dian Sumeler yang ia
kenal di SMA sewaktu di Manado. Ia ayunkan kaki pergi ke Jakarta, bergabung
dengan perusahaan milik Pemerintah Daerah DKI Jakarta bernama PT Pembangunan
Jaya Group. Di perusahaan ini ia ditampuk menduduki jabatan Direksi hingga umur
65 tahun, berlanjut menduduki dewan penasehat. Selama menahkodai Jaya Group
prestasi yang telah ia torehkan adalah proyek pembangunan Ancol. Awalnya PT
Pembangunan Jaya Group hanya dimotori 5 orang dan tempat ‘ngantor’ mereka
sehari-hari ‘numpang’ di kamar tempat kerja Pemerintah DKI Jakarta, namun kini
perusahaan ini, setelah 20 tahun, anak perusahaannya berjumlah 20, total karyawan
berjumlah 14.000 orang.
Tidak
hanya berhenti di zona ini saja, bersama kroni-kroninya, yaitu Liem Soe Liong
(Sudomo Salim), Budi Brasali, Ibrahim Risjad dan Sudwikatmono, perusahaan yang
bernama Metropolitan Group ia dirikan, dimana jabatannya adalah Presiden
Komisaris. Bukti prestasi Metropolitan Group adalah Pondok Indah dan Kota
Mandiri Bumi Serpong Damai, yang ke duanya hingga saat ini bisa kita saksikan
buktinya. Lalu, bisnisnya merambah kembali dengan didirikannya Perusahaan
Ciputra Group.
Krisis
ekonomi menerjang Indonesia di tahun 1997 dan 1998, berdampak pada bisnis
Ciputra, perusahaan yang selama ini ia jalankan, yaitu Pembangunan Jaya Group,
Metropolitan Group dan Ciputra Group harus ikut kelimpungan terkena imbas krisis
ekonomi. Parahnya Bank Ciputra dan Asuransi Jiwa Ciputra Allstate dinyatakan
oleh pemerintah tidak sehat dan wajib tutup. Namun, ke tiga unit perusahaan
bisnis lainnya dapat bangkit lagi dan melakukan restrukturisasi utang, berkat
kebijakan moneter pemerintah yang lunak dan kebijakan bank yang beberapa diantaranya
memberikan diskon bunga. Pasca krisis ekonomi ini, group bisnis perusahaan
Ciputra lambat tapi pasti, dapat menanjak kembali hingga melelebarkan sayap
tidak hanya di dalam negeri, tapi juga hingga luar negeri.
***
Prestasi
Ciputra dalam membangun bangsa melalui kontribusinya menganjurkan rakyat
Indonesia menjadi pebisnis adalah upaya nyata, bahwa seorang pebisnis merupakan
jawaban riil memajukan dan meningkatkan harkat dan martabat rakyat bangsa
Indonesia dihadapan rakyat bangsa-bangsa
lainnya.
Semoga
menginspirasi kita semua…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar