Jumat, 11 Juli 2014

Makna Dan Kadar Inisiatif


“Kalian harus inisiatif…!” Dengan suara setengah membentak, kalimat perintah ini merupakan penekanan atas kinerja yang selama ini kurang begitu memuaskan. Sehingga kata inisiatif harus menjadi penekanan final akan produktivitas dan kontraproduktivitasnya karyawan di mata sang Bos. 

Ya, inisiatif?

Pertanyaan yang harus segera dicarikan jawaban yang memuaskan, agar tidak berlarut-larut dalam kegelisahan yang terus membayangi layaknya roh halus saban malam menyatroni rumah kita.

Kata inisiatif selalu menempati hak istimewa dalam dunia bisnis dan organisasi yang memerlukan tugas team (team-work). Bahasan kata ini tak akan pernah berhenti selama manusia masih berserikat dan berkumpul untuk satu tujuan tertentu. Bahkan, inisiatif  mengidentifikasikan keberhasilan atau kegagalan dengan antagonisme penjabarannya, tergantung konteks masing-masing individu menggunakannya saja. Berhasil karena salah satunya ada faktor inisiatif,  sebaliknya gagal sama halnya karena salah satunya kurangnya inisiatif.

Sangat tidak etis, bila kata ini selalu menjadi pisau tajam untuk menyayat-nyayat ketidakberhasilan seseorang di depan umum. Kemampuan seseorang menerima masukan yang positif, melalui alasan justifikasi inisiatif yang bermakna negatif, justru akan melemahkan dan menghancurkan gelora semangat untuk membangun dan berkreasi. Pantasnya pemilihan kondisi dan situasi justifikasi inisiatif-negatif ini merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh siapapun, agar akar kemanusian tidak tersakiti. Hilang tanpa gelora semangat lagi. 

Secara terminologi, inisiatif semakna dengan kata: usaha sendiri; ide baru. Yang secara etimologi, inisiatif, adalah kemampuan mengidentifikasi peluang-peluang potensial dan mampu menangkap dan merealisasikan peluang tersebut menjadi hasil nyata yang bisa memberikan kontribusi real bagi dirinya dan orang lain. Sedangkan daya yang ditimbulkan adalah mewujudkan usaha sendiri dengan ide baru tanpa lagi ada komando dan instruksi dari pihak lain. Ia hanya akan menjadi manusia yang menciptakan sesuatu yang baru. 

Namun, bahasan inisiatif ini tidak hanya berhenti pada pengertian semata, tapi inisiatif pun memiliki kadar masing-masing yang selalu berdampingan dengan kadar resiko (risk). Makin tinggi resiko, maka reward keuntungan atau kesuksesan akan tinggi juga. Secara global kadar inisiatif akan terpola menjadi tiga bagian: kecil, sedang dan tinggi. Ketiganya dalam praktek nyata kehidupan tanpa disadari sering kita terapkan dan kerjakan, tapi karena kadar yang berpola tinggi saja yang selalu menjadi identifikasi penerapan inisiatif, maka kadar lainnya sering kurang dimengerti oleh kita sendiri dan orang lain.

Misal dalam organisasi perusahaan, kadar inisiatif tertinggi ada di pundak sang bos, pemilik perusahaan, karena bos adalah sentral kebijakan final, dimana kebijakan tersebut bisa berjalan ataupun tidak tergantung sang pemilik perusahaan. Sedangkan bawahan hanya bisa memberikan masukan-masukan saja, yang kenyataannya bawahan tersebut hakikatnya sudah menjalankan inisiatif dengan kadar tertentu. Baru ketika kebijakan tersebut sudah ditetapkan dan dijalankan, pola inisiatif akan memainkan kadarnya sesuai dengan posisi dalam struktur jabatannya di perusahaan. Sehingga, bila ingin memiliki kadar inisiatif yang tinggi, jadilah bos, bukan karyawan. Setinggi apapun jabatan struktural dalam organisasi perusahaan, bila masih menjadi bawahan, bukan sang pemilik perusahaan, jangan harap kita menjadi pemegang kadar inisiatif tertinggi.  

***

Demikianlah pembahasan alot tentang makna inisiatif dan penerapannya dalam dunia bisnis dan organisasi massa yang sama-sama kami perjuangkan dengan sohib kami, Sugeng Sugiarto, yang tak jarang debat argumentatif menyita banyak waktu dan pikiran mewarnai tulisan sederhana ini…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar