Minggu, 04 Mei 2014

BISNIS OH BISNIS

Budaya mandiri menjadi seorang pebisnis di Indonesia masih kurang begitu diminati. Mereka lebih memilih menjadi pegawai pemerintahan atau bekerja di perusahaan multinasional yang lebih menjanjikan secara finansial dan jaminan hidup, padahal mereka telah terdidik dan memiliki skill yang mumpuni lulusan sebuah universitas ternama baik itu di dalam negeri maupun di luar negeri. Kalo toh ada kemauan, dengan pengetahuan yang dimiliki merupakan modal menjadi seorang pebisnis yang mandiri. Hanya saja mental ini tidak dimiliki. Karena masih dihinggapi perasaan takut gagal bertempur. Atau segudang alasan klasik, yakni kurang modal. 

Tuntutan manusia yang paling prinsipil adalah bagaimana ‘survive’, menopang kebutuhan dasar kehidupan. Ya, perut yang tidak bisa ditawar-tawar lagi jika rasa lapar datang tiba-tiba. Sinyal ini pertanda manusia harus makan. Memang banyak cara memperoleh makan: berbisnis, bertani, berkebun, atau bekerja di pabrik dll. Alasannya? Karena dengan usaha itu, sumber makanan akan terpenuhi. Lain halnya, jika sumber makanan itu anugrah yang telah disediakan dari alam, manusia tinggal mendapatkannya saja. Dan ini hanya bisa diperoleh jika manusia tinggal di sekitar alam rimba yang dekat dengan sumber makanan, tapi bila manusia jauh dari sumber makanan yang telah disediakan alam, usaha optimal dengan berbagai macam cara akan manusia lakukan, asalkan perut ini kenyang. Namun, faktanya persediaan sumber makanan dari alam sudah mulai berkurang, karena eksploitasi gila-gilaan tanpa pernah memperhatikan akibat kerusakan yang ditimbulkan.  Eksploitasi tanpa memperhatikan harmonisasi hubungan antara manusia dan alam. Eksploitasi demi kepentingan bisnis yang dijalankannya; terpenting bagaimana sumber kekayaan alam tersebut bisa memberikan keuntungan maksimal.

Kebutuhan akan barang selalu memiliki kaitan kuat dengan yang disediakan oleh alam; karena alam merupakan bahan baku untuk menghasilkan berbagai macam jenis barang yang diinginkan manusia, dan kebutuhan jasa sebagai penunjang setiap pola dan variasi produksi barang bisa diminati dan sampai ke tangan konsumen. Ke dua kebutuhan ini adalah hal krusial yang terus manusia kejar, yang memberikan peluang dan sumber penggerak untuk membangun bisnis. Tergantung peluang potensial mana yang akan dibidik dan dijalankan.

Oleh sebab itu, seorang pebisnis harus menguasai dan berpengalaman di suatu bidang bisnis tertentu. Jangan pernah sama sekali berbisnis tanpa pengetahuan yang mendalam. Maka, solusinya adalah bertanya kepada yang lebih ahli dan berpengalaman dan juga lakukan penelitian. Agar, langkah ini menjadi penunjang setiap bisnis bisa berjalan dengan sukses.

Umumnya, praktek bisnis dengan teori yang pernah dipelajari dibangku universitas dan sekolah kadang berbanding terbalik. Dan bukan suatu jaminan penguasaan keilmuan tentang bisnis tertentu memberikan keberhasilan. Ada juga hanya bermodal mental bisnis yang kuat dan modal keuangan pas-pasan, serta pengalaman yang biasa-biasa saja tanpa teori bisnis yang berjubel malah mampu menjadi seorang pebisnis yang sukses. Pebisnis yang mandiri.

Lo kok bisa? Ya karena keyakinan, kerja keras, insting berbisnis pantang menyerahlah salah satu daya kesuksesan. Teori bisnis nomer dua. Terpenting praktek langsung terlebih dahulu. Barulah konstruksi teori keilmuan.

***

Membicarakan masalah praktek dengan teori berbisnis memang perbincangan yang hangat dan tak jarang argumen-argumen kuat harus disodorkan. Namun, saya sendiri akan mengisahkan mengalaman pribadi yang menginspirasi dan dasar untuk mengulas antara parktek dan teori berbinis.

Empat tahun lalu di Bali, saya intens bergaul dengan teman-teman dari kepulauan Raas, Madura. Bagi saya pribadi, mereka adalah sumber inspirasi pebisnis yang ulet dan sukses. Hanya bermodal bahasa Inggris pas-pasan dan tekad yang kuat. Bisnis yang mereka jalankan menghasilkan keuntungan yang berlimpah, efeknya sandang, pangan dan papan tercukupi. Yang dikampungnya sendiri rumah mewah dengan konstruksi bangun ala perkotaan bukan hal jamak lagi.

Dengan berbagi macam profesi bisnis yang mereka geluti mulai dari penjual souvenir khas bali, penjahit, dan menyewakan motor/mobil dll pundi-pundi uang bisa mereka raih. Memang pangsa pasar yang mereka bidik adalah ‘bule’ yang berkunjung ke Bali. Tapi, rata-rata mereka secara background pendidikan biasa-biasa saja, artinya bukan lulusan bisnis di sebuah universitas, bahkan ada juga yang SD saja tidak tamat. Dan daya untuk tidak mau menjadi pekerja yang selalu disetir orang adalah hal yang patut saya apresiasi dari mereka. Lebih baik menjadi bos di rumah sendiri, dari pada menjadi bos di rumah orang. Filosofi yang dikatakan salah satu teman saya ini terus mengiang-ngiang dipikiran.

***

Dunia berputar. Jaman pun terus berubah dan berkembang. Setiap masa punya generasi. Setiap generasi punya pemahaman dan pengetahuan sendiri. Setiap orang memiliki kreativitas dan inovasi dalam menjalankan bisnis.

Ungkapan tersebut merupakan wahana perenungan dan sumber aplikasi untuk terus mengembangkan bisnis sesuai dengan keinginan generasi disetiap jaman yang terus berkembang. Dulu sarana promosi dari mulut ke mulut, kini dengan berkembangnya media internet. apa salahnya media ini adalah sarana promosi yang bisa diandalkan.

Asalkan mau tanggap terhadap tantangan perubahan dan perkembangan jaman, bisnis yang telah anda miliki serasa fresh untuk diminati konsumen. Dan bisa menjawab tantangan jaman yang semakin kompleks dan berjubel kompetitor-kompetitornya. Maka, jangan takut menjadi pebisnis yang mandiri.

Bisnis Oh Bisnis…  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar