Daerah Rawamangun, Jakarta Timur, tepatnya
di Pasar Sunan Giri, aneka pemandangan
toko-toko menjual kebutuhan bahan-bahan untuk menjahit terlihat mudah kita temukan.
Mamang di pasar inilah tempat rujukan kalangan penjahit membeli bahan-bahan
jahitan. Namun, yang menjadi sentral daya tariknya adalah sebuah kursusan jahit
yang sudah terkenal dan menelorkan banyak murid. Ya, di tempat inilah terdapat
lembaga kursus jahit Monalita, yakni lembaga kursus yang didirikan oleh Hj.
Netty Monalita.
Sosok Hj. Netty memang unik untuk
dituliskan, karena selain sebagai seorang penjahit dengan hasil jahitan yang ‘the
best’, ia adalah seorang guru jahit, yang saya bisa menyebutnya sukses. Karena
dari hasil didikan dilembaga kursus yang ia dirikan, skill menjahit terutama
kalangan wanita di Indonesia bisa menjadi sumber lain penompang hidup kehidupan
rumah tangga, selain dari suami. Sehingga, wanita-wanita itu tidak perlu lagi
menengadahkan tangan pada suami, menjadi seorang wanita mandiri dan kuat dalam
meraih rupiah, yang ia alokasikan demi
pendidikan sang anak dan kebutuhan hidup sehari-hari. Fakta ini saya peroleh
dari bibi, saudara ibunya teman saya. Saya memanggilnya bibi, karena keluarga
teman saya itu sudah seperti saudara saya sendiri. Dari bibi ini saya sekilas memperoleh
informasi kursusan jahit Monalita, karena menurut pengakuannya, ia pernah
belajar menjahit di kursusan Monalita. Sehingga, bekal ilmu kursus menjahit
itu, ia praktekan membuka bisnis melayani jahitan. Dan hasilnya lumayan, setidaknya bisa membantu
suami menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang perguruan tinggi.
***
Wanita pemilik lembaga kursus Monalita
ini lahir di Pekanbaru pada tanggal 4 Maret 1956 dengan nama lengkap Netty
Monalita, dengan suami bernama H. Aldric, suami yang selama ini terus mendukung
dan ikut membesarkan lembaga kurusan Monalita.
Awal Netty terjun ke bisnis kursusan
menjahit bukan cita-cita yang ia idamkan. Baginya, skill menjahit yang ia
miliki merupakan modal membangun bisnis jasa jahitan yang selama ini telah ia
pelajari dan latih dari semenjak kecil.
Bakat dan keinginan menjahitnya sudah
terlihat di usia 3 tahun, dengan kebiasaaanya menggunting kain-kain yang ada di
rumah, yaitu taplak, gorden dan seprei. Menginjak kelas 5 SD, Netty sudah mampu
membuat pakaian untuk adiknya dengan mesin jahit, yang pola model jahitannya ia
peroleh dari pakaian sang adik yang terlebih dahulu ia preteli
benang-benang yang mengikat pakaian tersebut. Ia jiplak model pakaian sang adik
tersebut untuk membuat pakaian baru hasil jahitan tangannya. Setelah lulus SD,
ia makin suka membuat baju khusus untuk dirinya pribadi. Kemudian, asupan skill
menjahitnya pun meningkat seiring tekadnya belajar menjahit dengan bergabung di
berbagai lembaga kursus.
Baru di usia 18 tahun, Netty mulai
menerima orderan jasa menjahit. Ny. Nur Laela adalah konsumen pertamanya yang
tinggal di depan rumahnya. Ternyata, Ny. Nur Laela makin keranjingan
menjahitkan pakaiannya di tempat Netty. Lambat laun dari mulut ke mulut
kualitas hasil jahitan Netty tersebar hingga memberikan pelanggan-pelanggan
tertentu. Semakin bertambahnya pelanggan yang berdatangan, akhirnya di usia 20 tahun ia memantabkan diri
menseriusi bisnis menjahit.
Tapi, takdir berbicara lain melalui
keinginan Nur yang merupakan pelanggan pertamanya. Kepada Netty ia ungkapkan
keinginan belajar menjahitnya. Namun, keinginan untuk belajar kepada Netty
harus bertepuk sebelah tangan, memperoleh jawaban penolakan. Nur pun tidak
lantas menyerah. Dengan desakan terus-menerus, akhirnya keinginan belajar menjahit
ke Netty memperoleh lampu hijau dengan syarat Nur harus rutin belajar.
Di tempat kontakan rumah petak di
dalam gang, Netty menggembleng Nur belajar menjahit yang dilangsungkan selama
tiga kali seminggu dengan fasilitas belajar amat sederhana. Namun, berkat
kesabaran dan ketelatenan Netty dalam mendidiknya, bergulirnya waktu,
orang-orang yang minta belajar malah semakin berdatangan. Sehingga, Netty mulai
dikenal sebagai seorang guru menjahit. Akhirnya, peristiwa itu membuka
pikirannya untuk membuat kursusan menjahit yang ia beri nama: Monalita.
Kualitas hasil belajar di Monalita tak
perlu diragukan lagi. Hasil didikan di lembaga ini telah memiliki alumni yang
sukes membangun bisnis jahitan. Bahkan, murid-murid Netty sampai ada yang
membuka butik di Kalimantan, Bali dan Papua.
Ganjaran penghargaan di tahun 2005,
sebagai lembaga kursus menjahit terbaik dan juara I se-DKI jakarta. Inilah
bukti kesuksesan kualitas Monalita dalam dunia kursusan menjahit.
***
Didikan dan peran Hj. Netty dalam
mencerdaskan dan membangun perekonomian bangsa Indonesia yang lebih mandiri,
tanpa lagi tergantung pada asing patut kita apresiasi dan contoh. Seharusnya
sektor-sektor bisnis yang pro rakyat harus pemerintah perhatikan. Bukan lagi
pro pada asing yang nyata-nyata kekayaan kita diangkut oleh mereka semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar