Sabtu, 03 Mei 2014

Santri Sukses Pemilik Bus Dedy Jaya

Waktu saya belajar di pesantren daerah Cirebon, tepatnya di Desa Babakan Ciwaringin, saya banyak bergaul dengan santri-santri lintas pesantren di Cirebon, hal ini berkat pergaulan luas saya dengan putra-putra kiai pesantren di Cirebon, yang ternyata adalah akses memperluas jangkauan intensitas pergaulan saya tidak hanya kalangan lintas santri yang mondok sajatapi juga dengan lingkungan keluarga dalam kiai-kiai pemilik pesantren-pesantren di Cirebon.

Secara historis dan geneologi kekeluargaan dan keilmuan, satu pesantren dengan pesantren di Cirebon hakekatnya memiliki hubungan famili dan keilmuan dalam bentuk kekeluargaan dan guru-murid. Tak jarang anak pemiliki pesantren tersebut melakukan pernikahan silang antara putra-putri mereka. Atau bagi murid yang pandai akan dinikahkan dengan anak sang kiai. Akhirnya mau tak mau mereka harus mengembangkan pesantren layaknya sang ayah atau mertua, atau sang guru. Sehingga, pesantren di Cirebon ada dalam satu jaringan kekeluargaan atau guru murid yang padu.

Hal inilah keuntungan saya selaku santri bukan dari keluarga kiai atau pemilik pesantren yang bisa masuk rumah ‘dalam’; yang sementara ini tabu memasukinya jika tidak ada akses dan ijin dari sang kiai atau keluarga di dalam rumah itu. Interaksi ini sedikit banyaknya memberikan pengalaman berarti terhadap kondisi pesantren di Cirebon.

Pernah suatu waktu saya bersama anak kiai pesantren buntet ‘sowan’ ke rumahnya di kompleks pesantren Buntet, Cirebon. Saya pun diajak olehnya keliling bertamu ke salah satu pamannya. Tepatnya di rumah sederhana pamannya yang seorang kiai itu, setelah beliau memberikan wejangan hidup dan nilai-nilai normatif ajaran islam. Sekonyong-konyongnya beliau mengisahkan salah seorang santri di Cirebon yang sukses menjadi pebisnis, tepatnya santri itu adalah santri di tempat saya mesantren, yaitu pesantren Babakan Ciwaringin. Seketika saya terkejut, mendengar bahwa pebisnis itu satu almamater.

***

Walaupun ia hanya lulusan MTS, tapi pendidikan formal ini bukan kendala ia menjadi seorang pemilik bus Dedy Jaya. Ia selalu menginspirasi santri-santri lainnya untuk menjadi seorang pebisnis yang mandiri.

Artinya, seorang santri seharusnya tidak hanya berkutat pada keilmuan teoritis normatif islam saja, tapi harus mengaplikasikannya dalam hidup, utamanya dalam soal berbisnis. Sehingga, bisnis tidak hanya menjadi hak monopoli kalangan orang-orang luar pesantren, tapi santri harus menjadi pemain bisnis yang handal dan sukses. Agar, bisnisnya bisa menghidupinya, keluarganya, santrinya dan masyarakat di sekitar lingkungan tempat tinggalnya.

Cetus beliau: “akhirat dan dunia seharusnya digenggam oleh jenengan-jenengan selaku santri, dan islam telah mengajarkannya secara menyeluru dan lengkap.”

***

Ya, santri itu bernama Muhadi. Berkat kerja keras dan pantang menyerah ia menjadi pebisnis jasa bus Dedy Jaya yang patut diacungi jempol. Muhadi yang lahir tahun 1961 di Brebes, Jawa Tengah ini, telah malang melintang menjajaki berbagai macam bisnis dan pekerjaan mulai dari berdagang es lilin, kondektur bus dan berjualan minyak tanah.

Namun, nasib berbicara lain. Dengan doa, kerja keras dan pantang menyerah selama sekitar 18 tahun lebih, ia akhirnya menjadi konglomerat dengan dibuktikannya berbagai macam bisnis yang telah ia miliki dan jalankan mulai dari hotel, toko bahan bangunan, pabrik cat, toko emas dan mal di sekitar Brebes, Tegal dan Pemalang hingga bisnis bus.  Semuanya di bawah naungan kerajaan bisnisnya bernama: PT Dedy Jaya Lambang Perkasa. Dengan total karyawan berjumlah 2.500 karyawan.

***

Cikal bakal kesuksesan ekspansi bisnisnya awalnya berangkat dari bisnis bambu. Modal yang ia gunakan untuk memulai bisnis ini sekitar Rp. 50.000,-. Jerih payah berbisnis bambu ini ternyata memberikan keuntungan yang lumayan. Berduyun-duyun orderan berdatangan. Upamanya, pernah sebuah kontaktor bangunan order ribuan batang bambu. Mulailah keuntungan berangsur-angsur meningkat dari Rp. 70.000 sebulan jadi Rp. 470.000.

***

Setelah dua tahun berbisnis bambu, dengan modal dari keuntungan berbisnis bambu dan pinjaman dari bank, ekspansi bisnisnya berlanjut dengan mendirikan bisnis bahan bangunan. Yang pengetahuan tentang dunia bahan bangunan ia peroleh dari interaksi dengan kontaktor yang sering order bisnis bambunya.

***

Ternyata bisnis bahan bangunan ini adalah keran meningkatkan keuntungan yang terus mengalir. Tujuh tahun berbisnis bahan bangunan, bisnis Muhadi pun merambah ke jasa transportasi bus. Keuntungan dari berbisnis bahan bangunan ia jadikan modal untuk membeli beberapa bus besar.

Pastinya untuk penumpang trayek tujuan Jakarta-Purwokerto, Jakarta-Tegal, Jakarta-Pemalang-Pekalongan, PO Dedy Jasa – brand yang ia namai dari anak pertamanya Dedion Supriyono – yang telah berjumlah ratusan unit tersebut bukan asing lagi. Itulah bisnis bus yang hingga saat ini digeluti oleh Muhadi, dan berkat tangan dinginnya bisnis bus ini terus berkembang.

Tak hanya mau finish di level bisnis ini saja. Muhadi terus melebarkan ekspansi sayap binisnya hingga ke bisnis emas, perkayuan, mal, hotel, pom bensin.

***

Biografi singkat Muhadi yang notabennya adalah seorang santri ini semoga melecut kalangan santri di Indonesia untuk mau mengikuti jejaknya. Dan kita tidak lagi hanya menjadi penonton, tapi pelaku.

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar